Peran SNI dalam Mengelola Relasi Sosial demi Kemajuan Pasar Rakyat

(Catatan dari Narasumber Bimbingan Teknis bagi Pengelola Pasar 24-25 Juni 2019)

Apa manfaat langsung dari SNI (Standar Nasional Indonesia) Pasar Rakyat bagi pengelola pasar rakyat? Apakah hanya sekadar untuk dibanggakan? Atau perangkat ini bisa membantu bagi para pengelola di tengah rumitnya mengurus pasar?

Pada kenyataannya, mengelola pasar merupakan pekerjaan yang rumit, karena banyak pelaku di dalamnya. Masing-masing membawa kepentingan, dan sering terjadi konflik di dalamnya. Dalam novel bertajuk “Pasar”, Kuntowijoyo dengan indah menarasikan relasi-relasi antar para pelaku pasar, termasuk konflik-konflik di dalamnya, yang sering dipicu –seperti halnya realitas tatakelola pasar- relasi-relasi di luar pasar tersebut. Dalam novel itu, kepala pasar disebut sebagai “Mantri Pasar”, yang secara konotatif mengarah pada orang yang dihormati karena tanggung jawab pada kewenangannya –selayaknya seorang “menteri”, dan bagaimana di akhir cerita terjadi kaderisasi Mantri Pasar karena sang kader akhirnya mampu menunjukkan kompetensi dalam mengelola relasi-relasi sosial pada pasar tersebut.

Dalam perspektif Teori Jaringan Aktor (Actor-Network Theory/ ANT), fenomen sosial disebut sebagai “kolektif”, mengarah pada “sesuatu yang mengumpul” (something to be collected). ANT melihat kolektif sebagai relasi-relasi yang terus bergerak antara aktor manusia dan objek-objek teknis (sebagai aktor non-manusia), sehingga relasi ini sering disebut relasio sosio-teknikal. Dengan sudut pandang seperti ini, maka objek-objek teknis, termasuk SNI dan bangunan pasar, bisa berperan sebagai agen yang mampu menstabilkan relasi-relasi manusia yang ada.

Belajar dari pengalaman lapangan pengelola pasar, SNI ternyata memudahkan dalam mengelola relasi sosial, karena menjadi acuan untuk menentukan suatu tindakan yang boleh dan yang tidak. SNI merupakan seperangkat prosedur, di dalamnya ada seperangkat konsep dan gagasan, dan jika diterapkan akan menghasilkan aneka objek-objek teknis yang dibangun di dalam pasar tersebut. Aneka objek teknis ini bisa menjadi pengikat untuk tindakan-tindakan pelaku pasar. Objek-objek teknis ini bisa menjadi delegasi bagi pengelola pasar untuk menertibkan, bahkan bisa memajukan pasar yang dikelola.

Mengelola pasar membutuhkan kekuasaan. ANT tidak mengesampikan relasi kuasa (power relation) yang menjadi perhatian para pemikir sosial lainnya. Bedanya, ANT melihat relasi kuasa itu ada di dalam kolektif, bukan sesuatu yang berada di luarnya. Maka, jika para pengelola pasar cerdik, maka ia akan menggunakan pengetahuan tentang relasi-relasi sosio-teknis yang ada di pasar tersebut sebagai kekuatan untuk mengelola pelaku pasar lainnya. Di sini SNI, dan nantinya objek-objek teknis yang dihasilkan dari turunannya, berperan sebagai mediator dalam pengelolaan itu. Jika ini berhasil, maka para pengelola pasar akan menjadi Mantri Pasar, sebutan yang didapatkannya karena kecakapannya dalam mengelola (kerumitan) pasar.

Materi presentasi: Ekomadyo (2019) – Modal Sosial Kultural untuk SNI Pasar Rakyat (Bimtek Indag Jabar)