Produksi dan Konsumsi Budaya: Belajar dari Pasar

 

Naskah untuk bagian buku “Inovasi, Budaya, dan Desain: Kontribusi Desain Arsitektur untuk Inovasi Budaya, sedang dalam proses penyusunan: Ekomadyo (2022) – Produksi Konsumsi Budaya Pasar

Apa hubungannya pasar dengan inovasi budaya? Di Indonesia, menurunnya keberadaan pasar tradisional yang dicitrakan sebagai tempat becek dan kumuh mendorong munculnya aneka program untuk revitalisasi fasilitas ini. Bahkan kini sebutannya diganti menjadi pasar rakyat, agar tidak terjadi dikotomi antara fasilitas perbelanjaan modern dengan yang tradisional. Dari sini, kemudian dinyatakan bahwa pasar rakyat adalah rumah ekonomi dan rumah budaya bagi bangsa Indonesia, sehingga aneka upaya revitalisasi pada hakikatnya adalah membangkitkan kembali aktivitas ekonomi yang berbasis budaya.

Konsep inovasi budaya pada prinsipnya adalah bagaimana nilai-nilai suatu masyarakat bisa menjadi modal budaya yang mendorong berkembangnya aneka kebaruan yang memberikan nilai tambah secara ekonomi dan/ atau sosial. Fenomena rajutan ekonomi dan budaya ditemukan dalam aktivitas di pasar rakyat. Artinya, aktivitas ekonomi berbasis budaya di pasar bisa menjadi dasar analogi untuk inovasi budaya.

Pasar adalah tempat terjadinya jual beli. Namun secara lebih luas, pasar merupakan simpul produksi dan konsumsi masyarakat. Dan ketika pengertian pasar berkembang lebih dari sekedar tempat menjadi pengertian sistem atau jaringan, maka pasar diartikan sebagai aneka lintasan yang menghubungkan produksi dan konsumsi.

Dalam kerangka inovasi budaya, perspektif pasar bisa digunakan untuk melihat produksi dan konsumsi budaya. Jika modal budaya diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, tatakrama, dan mandat yang didapatkan seseorang atau sekelompok orang melalui pendidikan, pengasuhan, dan pemagangan, maka modal budaya tersebut bisa diproduksi, dan dipertukarkan dengan modal budaya dari seseorang atau sekelompok orang yang lain. Di sini, aspek ekonomi bisa menjadi bagian dalam pengembangan budaya, terutama untuk melihat suatu artifak atau produk budaya diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Integrasi Riset, Pengabdian Masyarakat, dan Perkuliahan lewat KARSA DESA

Catatan dari Pembekalan Riset Keilmuan ITB 2022 “Model Place-making untuk Inovasi Pembelajaran Bauran Berbasis Komunitas di Desa”, 1 Desember 2022

Materi pembekalan: Ekomadyo (2020) – Karsa Desa Riset Keilmuan ITB 2022

Awalnya, nama “Karsa Loka” dibuat oleh Program Pengabdian Masyarakat ITB sejak tahun 2019. Munculnya program ini di-support oleh komunitas Seni Rupa di dalam ITB, yang memberikan warna etnografi dalam upaya penerapan dan pengembanga teknologi. Idenya adalah menciptakan forum sharing untuk mereka-mereka yang berkiprah memberdayakan masyarakat di tempat tertentu.

Dalam arsitektur, secara substantif ide “Karsa” dan “Loka” mendapatkan perhatian khusus juga. Secara umum, “karsa” berari kehendak (seperti dalam ungkapan “Eka Prasetia Panca Karsa” yang berarti “Tekad Tunggal untuk Lima Kehendak), dan dalam arsitektur kehendak ini mewujud dalam konsep “design thinking”. Menurut Kees Dorst (2003), inti dari “design thinking” adalah “frame creation”, menciptakan kerangka melalui logika abduksi untuk mencari aneka alternatif solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang rumit (wicked problems). Sedangkan “Loka” dalam arsitektur punya padanan kata “Loci”, dan secara eksplisit disiplin arsitektur mempunyai konsep tentang “Genius Loci” yang memperhatikan ruh dan karakter suatu tempat tertentu.

Dalam kegiatan riset keilmuan ITB 2020 berjudul “Model Place-making untuk Inovasi Pembelajaran Bauran Berbasis Komunitas di Desa”, akan dibuat model bagaimana semangat Karsa Desa agar bisa direplikasi di banyak tempat. Semangatnya adalah integrasi antara riset, pengabdian kepada masyarakat, dan perkuliahan. Secara sederhana, model ini merupakan penerjemahan dari isu-isu tertentu dari riset yang dilakukan oleh dosen oleh beberapa mahasiswa agar menjadi kegiatan pengabdian masyarakat bersama komunitas desa. Secara berurutan, kegiatan ini  diawali pembekalan dari dosen untuk isu-isu tertentu berbasis riset yang telah dilakukan. Mahasiswa menerjemahkan isu berbasis pembekalan ini ketika berinteraksi dengan masyarakat desa, sebagai bentuk kegiatan pengabdian masyarakat. Kemudian mahasiswa pengetahuan saat berinteraksi dan direfleksikan, dan dikonversikan sebagai tugas perkuliahan untuk mendapatka  kredit.

Meski terlihat sederhana, pelaksanaan di lapangan akan mengundang kerumitan tersendiri. Bahkan proses melakukan integrasi pun merupakan proses yang menjadi (becoming), dan akan mnghasilkan pengetahuan juga. Namun ketika integrasi ini bisa dikonsolidasikan dengan baik, dampaknya akan sangat besar bagi masyarakat Indonesia, terutama bagaimana pengetahuan yang diproduksi oleh universitas bisa berkontribusi untuk menggerakkan masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik secara berkelanjutan.