Mekanisme Pasar Tanah & Penataan Perumahan
Mekanisme Pasar Tanah dan Tata Ruang Permukiman
di Kawasan Bandung Utara
Wiwik D Pratiwi, Syahyudesrina, Fenita Indrasari, Anita Vitriana
Pertanyaan Penelitian
Mekanisme pasar tanah dan perumahan seperti apakah yang terjadi selama proses pengembangan lahan di Kawasan Jajawai sampai Mekarwangi/PPR-Dago, Awiligar, Ujung Berung dan Gunung Batu Dalam.
- Bagaimanakah urutan peristiwa (sub pasar) yang terjadi dalam proses pengembangan lahan tersebut?
- Siapakah pelaku-pelaku pasar yang berperan dalam masing-masing peristiwa (sub pasar) tersebut?
- Bagaimanakah bentuk interaksi dari para pelaku?
Bagaimanakah tatanan ruang permukiman di Kawasan Jajawai sampai Mekarwangi/PPR-Dago, Awiligar, Cigadung dan Gunung Batu Dalam, baik sebelum maupun sesudah terjadinya pengembangan lahan bagi perumahan?
Sejauh manakah mekanisme pasar tanah dan perumahan berpengaruh terhadap pola tatanan ruang permukiman?
Perumusan Masalah
Ketidakteraturan Ruang Permukiman di Kawasan Bandung Utara yang Dihasilkan oleh Mekanisme Pasar
Daerah peri-urban yang umumnya merupakan lahan pertanian penduduk, banyak mengalami tantangan transformasi fungsi seiring dengan adanya perkembangan perkotaan. Dalam kondisi tanpa adanya pengendalian yang memadai serta dorongan pelaku pasar yang sangat kuat, daerah peri-urban cenderung berkembang secara acak, tidak teratur dan terfragmentasi.
Kerry D. Vandell (1995) menjelaskan ketidakteraturan dan fragmentasi ruang yang terjadi dalam pembangunan lahan perumahan dan permukiman dapat disebabkan oleh faktor institusional ataupun faktor non institusional. Faktor institusional dalam hal ini meliputi sejumlah aturan dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah/pejabat berwenang, sementara faktor non institusional adalah faktor-faktor lain yang turut memberikan pengaruh besar terhadap terjadinya pembangunan dan pengembangan. Faktor non institusional ini dijabarkan Vandell sebagai kekuatan pasar (natural market force). Dalam kondisi dimana faktor institusional tidak mampu mengatur arah pembangunan dengan baik ataupun lemahnya kontrol pelaksanaan terhadap regulasi tersebut, maka kekuatan pasar akan muncul sebagai faktor yang mendominasi mekanisme pembangunan dan pengembangan lahan yang terjadi.
Ketidakteraturan penggunaan dan pengembangan lahan yang terbentuk oleh mekanisme pasar dijelaskan oleh Archer (1973) sebagai hasil decision making process. Proses pengambilan keputusan yang terjadi dalam mekanisme pasar tersebut dijelaskan oleh Van Lierop (1989) sebagai kerangka konseptual yang terbentuk akibat keberagaman peristiwa yang terjadi selama proses pasar belangsung. Setiap tahapan dalam proses (sub pasar) memiliki prosedur, standar, dan sistem pembiayaan tersendiri. Indikator penentu dalam pengambilan keputusan yang terjadi dalam sub pasar tersebut, selain ditentukan oleh jenis dan interaksi pelaku pasar yang terlibat, juga sedikit banyak dipengaruhi faktor ekonomi lahan dan kondisi fisik. Dari serangkaian proses interaksi yang terjadi antara pelaku pelaku pasar berikut faktor ekonomi lahan dan kondisi fisik, pada akhirnya akan mempengaruhi pilihan pasar terhadap penentuan lokasi, ukuran, bentuk serta kapan waktu pembangunan dan pengembangan lahan dilakukan (Struyk, 1989; Environment and Urbanization, 1989 dan Smith, 1973).
Sejalan dengan uraian diatas, produk ketidakteraturan tatanan ruang yang terjadi dalam lingkup kawasan peri-urban diduga oleh penulis sebagai dampak dari serangkaian proses yang terjadi pada berbagai level sub pasar. Keputusan yang dihasilkan dari suatu sub pasar mungkin akan berbeda dengan keputusan yang diperoleh dari sub pasar lainnya. Hal ini tergantung dari siapa saja pelaku yang terlibat dan tingkat keterlibatannya dalam interaksi sub pasar tersebut. Akibat perbedaan putusan yang terjadi antara satu sub pasar dengan sub pasar lainnya, dalam konteks spasial akan menghasilkan perbedaan bentuk pola tatanan ruang yang tercermin dari spesifikasi lokasi, ukuran, dan bentuk lahan. Dalam lingkup plot keruangan yang lebih makro, hal ini menghasilkan fenomena fragmentasi dan pola ketidakteraturan ruang dalam kawasan permukiman.