Menulis sebagai Refleksi

(Catatan dari materi pelatihan “School of Intellectual Writing Skills: Writing Has Been Never Easier”, Keluarga Muslim Pascasarjana ITB [KAMIL], 31 Agustus 2019)

Mengapa menulis itu penting? Ada segudang argumentasi: mulai dari bahwa sejarah manusia dimulai dari tulisan, bagaimana tulisan itu representasi paling akurat dari pengetahuan, sampai motivasi pragmatis untuk kewajiban mahasiswa atau dosen. Namun menulis bias dilihat sebagai sesuatu yang mengasyikkan, karena menjadi sarana untuk mengekspresikan diri. Menulis bisa juga menjadi sarana untuk menstrukturkan aneka gagasan yang berkecamuk di dalam benak.

Namun menulis bisa jadi sarana refleksi. Seperti kata Ebiet G. Ade, menulis bisa menjadi sarana untuk “… tengoklah ke dalam sebelum bicara, singkirkan debu yang masih melekat…”. Dan bagi saya, setelah hampir 30 tahun serius menulis, saya membagi menulis menjadi dua hal: menulis sebagai ekspresi diri dan menulis sebagai bagian dari pekerjaan. Yang pertama biasanya menjadi materi dari berbagai training tentang penulisan, yang bertujuan memberikan motivasi peserta untuk menulis. Yang kedua, ini ketika dunia akademis, termasuk dosen dan mahasiswa, ditarget untuk membuat tulisan ilmiah dalam jurnal bereputasi. Kadang keduanya baur, kadang yang satu mempengaruhi yang lain. Sebuah hobby bisa menjadi profesi, namun sebaliknya, profesi bisa dinikmati selayaknya hobby.

Dunia tulis menulis memang berkembang terus. Apa yang diajarkan dulu, bisa kadaluwarsa kini. Maka ketika menulis menjadi sarana refleksi, kita tahu sekarang kita ada di mana, dengan melihat apa yang terjadi di sekitar kita, pergerakan dan perubahan apa yang tengah berlangsung.

Materi Pelatihan: Ekomadyo 2019 – Menulis Sebagai Refleksi (School Intellectual KAMIL)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *