Keilmuan Real Estate: Perlukah?

Poster Final

Catatan dari  “Webinar SAPPK + SBM ITB Seri 1: ‘What is Real Estate’”, Sabtu, 14 November 2020.

Matei presentasi: Ekomadyo (2020) – Real Estate Actors go to School (Webinar SBM SAPPK)

Apakah ada disiplin khusus yang mendalami keilmuan Real Estate? Bukankah ilmu Real Estate itu lebih banyak ada di lapangan? Yang jelas, satu problematika yang terjadi di lapangan, seperti yang diungkap dalam diskusi penulis bersama Aswin Rahadi, adalah, mereka yang biasa menjual (tugas marketing) selalu kebingungan kalau diminta membuat produk yang bagus, sementara mereka yang biasa membuat produk yang bagus (tugas engineer dan arsitek) sering tidak bisa menjual. Atas dasar pemikiran dari lapangan itulah, dibuat Webinar kerjasama antara SAPPK ITB sebagai institusi yang concern pada produk lingkungan binaan yang baik, dan SBM ITB sebagai institusi yang concern pada marketing.

Lalu apa sumbangan pendidikan tinggi untuk dunia Real Estate. Pertama, tentu saja adalah sumber daya manusia (human resources). Ada keunggulan ketika belajar di universitas dibanding belajar di lapangan, yaitu susana akademik: suasana yang mendorong manusia di dalam universitas untuk tetap belajar. Ini seperti diungkapkan oleh Pak Ignesz Kemalawarta, tokoh Real Estate di Indonesia, lewat jaringan pribadi ke penulis “Perjuangannya kita lanjutkan pak untuk mendidik mahasiswa yang mumpuni”.

Kedua, pengetahuan (knowledge). Ini lebih penting, karena menyangkut substansi apa yang akan diajarkan. Seperti kata Piere Bourdieu, pengetahuan merupakan salah satu modal budaya dari seseorang. Dan watak pengetahuan ini akan selalu berkembang dan berubah. Maka, di sini universitas bukan sekadar mencetak sumber daya manusia, namun juga memproduksi dan mengembangkan pengetahuan.

Memang, cara paling sahih dalam memproduksi ilmu pengetahuan adalah meneliti, suatu tradisi yang berkembang pada disiplin sains ketika mengamati fenomena alam. Namun, ternyata ada cara lain dalam mendapatkan pengetahuan, menurut Bruce Archer dan Nigel Cross, yaitu cara penghayatan ala seni dan sastra, dan cara coba-dan-ralat ala disiplin desain. Ini yang kemudian menginspirasi Pak Yuswadi Saliya mengenalkan konsep “Pragma”: pengetahuan dari tradisi berbuat. Memang ada pemikir-pemikir lain yang juga mengembangkan pengetahuan bukan dari fenomena alam, namun dari fenomena manusia bertindak sesuatu. Seperti Piere Bourdieu yang mengembangkan “Theory of Practice”, atau Bruno Latour malah meneliti bagaimana saintis dan insinyur meneliti fenomena alam, membuat formulasi, dan menciptakan aneka teknologi. Meneliti para peneliti, itu yang dilakukan Bruno Latour.

Ketika para pemikir sudah mampu mengembangkan kerangka teoretis untuk meneliti tindakan manusia, maka praktik-praktik para pelaku Real Estate di lapangan merupakan sumber pengetahuan yang bisa dikembangkan oleh universitas. Sesuai dengan namanya, universitas merupakan institusi yang mencoba mengamati, mencari tahu, dan menemukan jawaban dari “universe”, alam semesta. Dan dunia Real Estate merupakan bagian dari “universe”, maka di dalamnya pun banyak muatan-muatan yang bisa menjadi sumber produksi pengetahuan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *