Kota Terakota sebagai Diskursus

Website Image 27-an JAF

Disampaikan pada Forum 27-an Jatiwangi Art Factory “Seni dan Wilayah Berkelanjutan”. Senin 27 September 2021

Materi presentasi: Ekomadyo (2020) – Kota Terakota sebagai Diskursus (presentasi Forum 27-an JAF)

Tulisan ini juga menjadi bagian dalam naskah buku berjudul “Milieu Inovasi Dan Budaya Kreatif” yang sedang dalam proses penulisan: Ekomadyo (2020) – Kota Terakota sebagai Diskursus (Naskah untuk Buku Mileu Inovasi Jatiwangi)

Kota Terakota, adalah sebuah gagasan yang yang diinisiasi oleh Jatiwangi Art Factory (JAF) untuk merevitalisasi kembali budaya tanah liat di Jatiwangi dan sekitarnya. Meski  tidak eksplisit menyebut dirinya gerakan kreatif, namun pada kenyataannya komunitas ini banyak menggunakan kreativitas, terutama aktivitas seni dan budaya, untuk memperjuangkan budaya terakota ketika industri genteng tanah liat mengalami penurunan yang signifikan pada masa kini. Lalu apakah Kota Terakota bisa disebut sebagai Diskursus? Jika “gerakan kreatif” bisa disebut sebagai diskursus, maka apakah inovasi pun bisa juga disebut juga sebagai diskursus?  Dalam kerangka inovasi Schumpeterian inilah, universitas ditempatkan sebagai agen penting dalam inovasi suatu masyarakat. Sebelumnya, dikenal istilah “social hub”, yang merujuk pada seseorang atau sekelompok orang yang menjadi penghubung antara pengetahuan yang dibangun para peneliti di universitas dengan pemanfaatannya pada kelompok masyarakat tertentu. Konsep “social hub” kemudian berkembang menjadi “social lab”: jika “social hub” merujuk pada orang, “social lab” merujuk pada aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang tersebut. Sepanjang tahun 2020 hingga 2022, tim peneliti dari ITB melakukan kegiatan workshop, penelitian, dan pengabdian masyarakat merespon isu Kota Terakota di Jatiwangi. Meletakkan Kota Terakota sebagai diskursus menunjukkan bahwa meski ada relasi dengan kekuasaan sebagai konsekuensi gerakan di wilayah publik, suatu diskursus digerakkan oleh pengetahuan tertentu. Jadi, Kota Terakota dan arsitektur terakota di Desa Jatisura hanyalah kasus, namun ada proses pembelajaran dan produksi pengetahuan secara kolektif yang perlu menjadi perhatian utama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *